Posts

Basa basi

 Jadi ini kejadian pekan lalu.  Lagi bawa K kontrol rutin ke RS. Beres ngobrol sama Pakdok, ke kasir, terus ke farmasi buat ambil obat. Selagi ngantri, tetiba disapa ibu-ibu. Ternyata tetangga sendiri, Bu L. Selama ini ga akrab sama Bu L, sekedar tahu saja meski kami di blok yang sama. Ngobrol sebentar, dia nanya K kenapa dll dll. Masih pertanyaan wajar.  Selanjutnya dia nanya gini dong: "Mbak Ni'am, kan kalo menurut dr Zaidul Akbar, anak sakit itu karena orangtuanya punya ulah apa gitu. Mbak Ni'am emang waktu hamil ada salah makan atau bikin ulah?" FYI, Bu L ini sepantaran gw.  Gw diam dong. Syukur alhamdulillah mulut ketutup masker karena dia jadi ga bisa lihat mulut gw bilang: "Seriously?" Gw puter otak mencari cara paling mudah untuk menjelaskan kelainan genetik. Di saat yang sama, gw berusaha menahan mulut untuk ga nylepet.  Gw jelasin bahwa ini karena mutasi genetik, ga ada hubungannya dengan ina ini inu, dan selama hamil InsyaAllah gw jaga makan denga

Sambat

Why didn't you tell us? Why didn't ask for help? I did. Remember? On November 2018. Remember what happened next?  I learned my lesson. 

Sigh....

 Apakah kalo pasangan yang LDM saat ketemu selalu haha hihi hepi-hepi?  Nope.  Yang satu lelah dengan kerjanya dan berharap saat pulang disambut tawa hangat bahagia tanpa ina ini inu khas keseharian keluarga. Instead, dapatnya ribut antar anak, polah bocah tiada henti, etc. Make him more tired and stressed out.  Yang satu lelah jadi pengurus rumah tangga, wasit, alarm, nanny, and whatever yang dihadapi sehari-hari. Berharap saat pasangannya pulang dia dapat apresiasi . Instead, dapatnya kritikan berbungkus masukan tentang how to do her daily life. Make her feel stupid and questioning her ability.  Dua orang kelelahan bertemu. Masing-masing menganggap lelahnya lebih berat dibanding yang lain.  Reality sucks.  That's why LDM is not for everyone. 

Balada PJJ

Sudah berapa lama PJJ? Lamaaaa. Banget.  Kayanya udah hampir setahun. Baru saja selesai FGD dengan pihak sekolah Ankaa terkait wacana sekolah tatap muka dengan sederet protokolnya. Mulai dari SOP antar jemput, pakaian, jumlah siswa, sampai urusan ke toilet.  Dari perbincangan di chat room, banyak yang masih keberatan jika harus sekolah tatap muka. Me? Kalau SOP sekolah tatap muka buanyak banget dan ribet sampai memberatkan guru dan siswa, rasanya lebih baik fokus membenahi PJJ deh. What's the point masuk sekolah sekitar 2,5 jam sebulan dua kali dengan prokes sebanyak itu? Mending tetap di rumah kan?  Belum lagi kalo mempertimbangkan resiko kesehatan. Iya sih ini baru wacana, belum tahu dimulai kapan. Masih harus percobaan dulu. Tapi dalam wacana ini, di percobaan ini, yang jadi taruhan adalah kesehatan dan NYAWA siswa, guru, dan keluarga. Siapa bisa jamin semua yang terlibat taat prokes 100%? Ga ada.  Seharusnya beberapa bulan lalu Khalid dapat terapi dan check up rutin. Tapi kondi

Awal Baru

Semalam Ankaa bertanya, apakah benar merayakan tahun baru itu dilarang? Saya balik bertanya, menurut Kakak, apa sih bedanya malam tahun baru dengan malam lainnya? Sama saja. Cuma beda tahun. And this is what I told her. Saya ga merayakan tahun baru. Males aja begadang apalagi ganggu lingkungan dengan main petasan.  Tapi saya menggunakan awal tahun untuk kilas balik progress setahun terakhir. Apakah target tercapai? Apakah makin baik atau justru makin buruk? Alhamdulillah terlepas dari pandemi, kami baik2 saja. Ini udah nikmat banget. Ankaa lulus SD dengan prestasi membanggakan. Khalid alhamdulillah dapat SD tujuan dan kasih kejutan dengan rekues khitan mendadak.  Nikmat terbesar: ini tahun pertama sejak 2014 di mana saya tidak lari-lari ke IGD dan megangin Khalid saat tindakan. Ini tahun pertama sejak 2014 dengan jumlah kunjungan RS paling minim. insyaAllah ke depannya juga tidak ada lagi lari-lari ke IGD. Beberapa target pribadi saya malah tercapai jauh lebih awal dari perkiraan.  Ren

Klub Keluarga Mata Empat

Per 17 Desember lalu, kami resmi jadi anggota klub keluarga mata empat setelah Khalid pakai kacamata. Udah gitu langsung gede pulak. Minus 3 silinder 0,75. Kok bisa ga ketahuan? 1. Mamahnya telat cek padahal dari waktu TK A, pihak sekolah udah ngingetin untuk cek sebelum anak2 belajar kenal huruf. Kepending ina ini inu plus pandemi. (Ngaku salah deh) 2. Selama pandemi kan bener2 jarang keluar. Bocahnya juga jarang nonton TV atau main gadget. Seringnya kalo ga main dino/lego/sejenis, ya baca. Dan itu kan dekat jadi ga berasa kalo pandangan jarak jauhnya kabur. Ketahuannya justru karena Khalid ga bisa baca subtitle DVD.  Terus setelah pakai kacamata, ketahuan deh kalo bocah ini benernya udah bisa baca jam. Cuma selama ini salah terus karena ga bisa melihat posisi jarum jam.  Kalau dari penjelasan Budok, ada faktor genetik (saya dan Paksu sama2 pake kacamata sebelum 18 tahun), usia yang masih masa pertumbuhan, lifestyle, dan nutrisi. Meski ya kalo gen mata minus udah ada, mau dijejelin wo

Here We Go Again

 Bismillahirrahmanirrahim Apa kabar blog? Rasanya sudah satu milenia berlalu sejak blog ini terakhir diperbarui. So what's new? Pertama, saya menulis ini saat suasana pandemi di Indonesia hampir mencapai peringatan pertama. Kami tetap di rumah, anak-anak melakukan pembelajaran jarak jauh, dan hampir semua aspek hidup kami beradaptasi dengan kondisi baru.  Hampir? ya. Sebagai orang yang lebih suka ndekem di rumah, anjuran untuk tetap di rumah bisa saya jalani dengan cukup baik, IMO. Semua kebutuhan saya dapatkan secara online lewat pesan WA atau marketplace. Di titik ini saya merasa sangat bersyukur. Anak-anak juga bisa diminta tetap di rumah atau mau pakai masker jika harus ke luar rumah.  Karena masih LDM dengan Paksu, kami sempat tidak bertemu hampir empat bulan lamanya. Sekarang sudah mending bisa lah sebulan sekali dengan tetap pakai masker dan rapid test ulang sesampainya di sini. Kedua, kayanya terakhir ngisi blog ini tentang review Wonder. Dulu baru ada Ankaa, sekarang ada K