Bu Huda

Dari zaman bocah, aku melihat ortuku menyebut nama rekan perempuan mereka ya dengan nama asli. Jarang banget pake nama suami. Ya ada sih satu atau dua. Kalo misalnya lupa Bu X itu siapa, baru deh di-refer dengan embel-embel istrinya Pak Y atau ibunya si Z.

Nah begitu tinggal di kompleks sini, jadi ngerasa aneh aja kok ibu-ibu sekitar sini dipanggil dengan Bu (nama suami). Kecuali udah deket banget, baru deh manggilnya pake nama asli, tapi secara umum ya itu yang berlaku: Bu (nama suami). Karena kebiasaan sejak kecil, sampe detik ini, satu hal yang belum pernah aku lakukan (dan nggak pengen juga sih): memperkenalkan diri sebagai Bu Huda alias istrinya Huda (ini nama panggilan Fath :D). Rasanya aneh aja gitu. Jadilah di lingkungan sekitar ya dikenalnya sebagai Bu Ni'am, bukan Bu Huda.

Pas pengajian minggu lalu, ada satu anggota baru. Waktu perkenalan, dia menyebutkan nama asli dan meminta dipanggil dengan nama Bu (nama suami). Karena heran, aku tanya aja kok nggak mau pake nama dia sendiri? Jawabnya: nggak deh, ikut suami aja. IMHO, nama ibu itu bagus lho. Singkat, mudah diingat, terutama untukku karena namanya sama dengan nama dokter kandungan yang membantu kelahiran Ankaa :D

Emang sih balik lagi ke masing-masing orang, tapi kayanya nggak deh kalo aku harus pake nama suami di pergaulan sehari-hari. Ortuku udah susah-susah kasih nama, masa iya harus dilepas begitu saja begitu menikah? Lagian, brasa nggak eksis ha ha ha.

Comments

semuacinta said…
lagi pula, klo istri pake nama suami itu adat dari barat. islam nggak ngajarin itu. istri boleh menggunakan namanya sendiri.

Popular posts from this blog

iwan fals di minggu pagi

Dear Manajemen Plaza Bintaro Jaya,

RS Melati Husada